Kita Versus Korupsi: "Penyakit yang sudah mendarah daging"
Sebuah film yang berisi 4 cerita
pendek tentang Penyakit korupsi. Penyakit ini memang sudah melekat atau
mendarah daging dibangsa ini. Dan sudah menjadi rahasia umum penyakit ini
menggerogoti didalam tubuh pemerintahan kita.
Penyakit ini bisa menyerang dan
menular kepada siapa saja. Dan obatnya hanya ada didalam diri kita, untuk
mencegah penyakit ini kita harus memulai dari diri kita sendiri membiasakan berbuat
jujur dan benar sesuai dengan prosedurnya.
Dari segi cerita, ke empat film
cerita pendek ini sangat bagus dan dialognya sangat menyentil bagi kita yang
menonton. Dan didukung oleh jajaran bintang atas yang berakting sangat luar
biasa dalam menghidupi peran dalam karakter mereka masing-masing.
Saya akan mengulas ke empat film
cerita pendek ini satu persatu.
- Rumah Perkara – Sutradara Emil Heradi
Seorang pejabat daerah berkampanye
dengan janji-janji manisnya untuk kesejahteraan dan kemakmuran dalam membangun fasilitas
umum desa biar dinikmati oleh warganya. Setelah terpilih oleh warga,
janji-janji hanya tinggal janji…
Satu persatu warganya harus
pindah dari kampung halamannya karena lahan tanah mereka akan dibangun sebuah
perumahan, ruko dan mall.
Pak Yatna (Teuku Rifnu Wikana)
sebagai lurah desa, tidak mau memperjuangkan warganya dalam mempertahankan
lahan tanah milik warga. Dia malah mentandatangani surat persetujuan dengan PT.
Jaya Bersama sebagai developer untuk membangun perumahan, ruko dan mall diatas
lahan tanah warganya.
Spoiler
*Bos PT. Jaya Bersama sudah
melakukan kongkalikong sama Pak Yatna sebelum menjadi lurah*
“Bapak ini jagoan atau penjahat
?” – Iqbal ‘anaknya Pak Yatna’
“Kang, jadi lurah itu harus
melindungi warganya. Yang susah dibantu, yang sakit diobati” - Istrinya Pak
Yatna
Sepasang muda-mudi yang berniat untuk
kawin lari, tapi sesampainya dikantor KUA niat mereka terhambat karena tidak
memiliki foto copy kartu keluarga. Vano (Nicholas Saputra) ingin menggunakan
jasa calo dikantor KUA biar urusan mereka lancar. Laras (Revalina S Temat)
sebagai kekasih melarangnya, dia teringat dengan gurunya Pak Markun (Ringgo
Agus Rahman) waktu SD.
Pak Markun adalah seorang guru
honor yang mengajar di Sekolah Dasar Negeri di pedesaan. Orangnya sangat
sederhana, jujur dan ikhlas dalam mengajar. Cuma dia yang tidak memberikan uang
suapan ke Bapak Laras supaya diangkat menjadi PNS.
Karir Pak Markun pun harus
berakhir jadi guru honor Sekolah Dasar. Tapi niat dia untuk dekat bersama anak
– anak murid tidak padam, dia mencoba berahli profesi menjadi badut didepan
gerbang sekolah. Akhirnya dia meninggal dalam keteguhan prinsip hidupnya untuk
selalu jujur dalam menjalani kehidupan.
Kejujuran pak markun inilah yang
selalu diingat oleh Laras.
Jadikah Vano dan Laras menikah ?
“Nah, jadi kita itukan cerminan
dari Rumah kita yah… kalo, misalnya kita suka bohong dirumah berarti kita juga
diluar suka bohong.” Pak Markun
Vano: “Aku tuh kalo bisa kawin detik
ini sama kamu, tapi aku maunya detik ini juga dan aku akan ngelakuin apa saja
untuk itu. Itu salah ?”
Laras: “Iya salah, karena kamu
belum usaha yang besar terus menyogok orang dalam aja kayak gitu. Kalo TUHAN
saja kamu sogok gimana entar.”
Risa memiliki bapak yang sangat
jujur dalam bekerja. Bapaknya tidak terpengaruh oleh lingkungan tempatnya bekerja
untuk menerima suapan. Walaupun dia sering melihat teman-temannya melakukan
transaksi suap-menyuap untuk membantu pengusaha menimbun barang dagangannya.
Film ini berlatar tahun 1970-an, dimana
Indonesia lagi mengalami krisis ekonomi dan beras susah untuk didapatkan.
Arwoko (Tora Sudiro) menolak
mentah-mentah suapan dari ko abeng (Verdy Solaiman) pengusaha beras. Dia mau
meminjam gudang di tempat Arwoko bekerja untuk menimbunan beras dari pasaran.
Pilihan yang sangat sulit untuk Arwoko menolak suapan dari ko abeng, karena dia
juga butuh beras untuk makan dan uang untuk berobat anak keduanya yang masih balita
sedang sakit.
Sifat kejujuran inilah yang
diturunkan Arwoko ke anaknya Risa (Medina Kamil), dia tidak mau menerima suapan
dari orang karena mengingat sifat bapaknya yang jujur. Tanggung jawab pekerjaan
Risa sekarang sama seperti bapaknya dulu, Risa jadi Kabag perizinan sedangkan
Arwoko pemegang kunci gudang. Mereka sama-sama memiliki tanggung jawab untuk memberikan
perizinan fasilitas perusahaan.
“Semua orang butuh uang, semua orang
lagi susah, semua orang butuh makan. Butuh beras, tapi kenapa malah orang yang sesukses
ko abeng ini kok malah mau menimbun beras ? Mungkin saya goblok ko, mungin saya
salah. Tapi kesalahan dan kebodohan saya nggak akan saya sesali sampai mati” *sambil mengembalikan uang dari ko Abeng* -
Arwoko
“Semuanya kembali dari asal, darimana
kita… bagaimana kita berasal. kebaikan lahir dari kebaikan sebelumnya, hal yang
mungkin absurd dijaman ini. Tapi minimal ada yang masih mampu bertahan” – Raisa
Penyakit korupsi yang melanda
didunia pendidikan di Negara kita memang cukup parah. Ada permainan uang antara
pihak sekolah dengan penjualan buku pelajaran disekolah. Siswa/siswi wajib beli
buku pelajaran disekolah, dimana harganya sedikit lebih mahal dari harga
pasaran. Dan keuntungan uang penjualan buku pelajaran sekolah tersebut dibagi
rata oleh pihak sekolah.
Gita (Alexandra Natasha) adalah
siswi SMU yang memiliki camera baru dari hasil tabungannya sendiri selama setahun.
Walaupun teman-temannya mencibir terlalu lama untuk memiliki sebuah camera baru
itu, tapi Gita bangga dengan cara dia untuk mendapatkan keinginan barang
impiannya itu dengan jalannya sendiri.
Ternyata korupsi sudah mendarah
daging dari keluarga Olla (Siska Selvi Downsen), mulai dari bapak dan ibunya
memang sudah terbiasa dengan memanipulasi dana.
“Ternyata, banyak rahasia
disekitar kita lho…” - Gita
“Kok mereka merasa bener yah ?
Ehhhhmmm… menurut kalian siapa yang salah ?” - Gita
Film yang sangat di Rokomendasikan untuk ditonton semua kalangan...
0 comments